SANGGAR MANUNGGALING DHARMASASTRA



Sanggar Manunggaling Dharmasastra berasal dari Bahasa Sansekerta,  yaitu Manunggaling “nunggal” artinya satu, “dharma” artinya aturan/bakti dan“sastra” artinya indah/baik. Jadi, nama tersebut jika diartikan secara harfiah adalah Persatuan aturan agar membentuk sebuah keindahan.
Sanggar ini mulai berdiri sejak tahun 2011 berlokasi di Desa Kalikoa, Kec. Kedawung, Kab.Cirebon. Namun, untuk legalisasi sanggar pada tahun 2017. Jadi sudah 8 tahun berjalan, tapi untuk peresmian daerah baru 2 tahun berjalan.
Sanggar Manunggaling Dharmasastra didirikan langsung oleh “Bapak Nana”. Terdapat lima orang pelatih sekaligus penggurus di Sanggar Manunggaling Dharmasastra. Alasan kenapa beliau lebih memilih mendirikan sebuah sanggar dari pada usaha yang lain karena beliau menyukai seni dan juga ingin terus menarik minat masyarakat, karena seiring berkembangnya zaman banyak budaya dan tarian luar yang masuk ke Indonesia, sehingga menyebabkan generasi milenial lebih memilih adanya akulturasi budaya modern yang dianggap lebih mengikuti zaman.

Selain tari topeng sebagai ciri khas dari Cirebon terdapat beberapa tarian lain yang dapat dipelajari di Sanggar Manunggaling Dharmasastra yaitu tari jaipong, tari kreasi dan lain sebagainya.
Sanggar Manunggaling Dharmasastra juga sudah keluar kota seperti Bandung,Jakarta, Solo, Bekasi, bahkan pernah ke Jawa Timur untuk menampilkan keseniannya. Jadi, tidak hanya pentas di Cirebon dan daerah Ciayumajakuning saja. Di Cirebon tari tradisional sering ditampilkan pada acara-acara adat.
Kesenian tradisional di Cirebon masih banyak diminati oleh masyarakat sekitar karena dari dari tahun ke tahun siswa yang belajar di Sanggar Manunggaling Dharmasastra semakin meningkat.
Prestasi Sanggar yang paling berkesan yaitu, atas nama Sanggar Manunggaling Dharmasastra, pemilik sanggar menyebutkan Tarian yang Khas Cirebon di depan Presiden Joko Widodo di The Rdiant pada tahun 2018.

Komentar